Wednesday, July 11, 2012

Menaklukkan Bromo, atau Ditaklukkan Bromo? (Part 1)

Bingung mau nulis mulai dari mana.
Banyak banget yang pingin tak ceritain..

****

Aku yakin banget petualangan kita kali ini gak akan pernah kita lupain sampai kapanpun! :D

Senin, 9 Juli 2012. Jam 5:45 AM. Aku baru bangun tidur karena ada BBM masuk dari Fuad. Singkatnya dia bilang: "Fir, jam 6 lho. Sudah bangun belum?". Kemudian seorang Shafira pun panik karena sesungguhnya rencana pemberangkatan kami dijadwalkan pukul 6 pagi. Lah itu baru bangun jam berapa? Ckck..

Yeah, kebiasaan mbangkong-ku memang sudah melegendaris sejak 1927. Sekitar jam 6:50 AM aku baru sampai di Kampus B depan PINLABS UNAIR. Semua sudah datang. Sepertinya kok mereka nunggu seseorang sampai pemberangkatan jadi tertunda 1 jam. Eh, ternyata mereka nungguin aku! Hehehe.... (garuk-garuk kepala)

Kita berangkat, 22 orang, naik 2 unit mobil ELF. Di mobil yang aku naiki, temen-temen pada nyanyi-nyanyi. Sampai pada akhirnya, si Fuad nyetel MP3 dari ponselnya sebab playlist yang disuguhkan oleh bapak supirnya kurang berkenan dengan selera musik anak muda gaul seperti kita. Yeah, meski kita mahasiswa ilmu sains, kita juga gak kalah gaul bro! (apaan...)

Eits, tapi jangan salah.... MP3 yang Fuad setel bukan lagu-lagu galau ataupun lagu jingkrak-jingkrak gitu, melainkan sebuah rekaman Tausyiah Agama. Ngerti tausyiah khan? Ceramah! Iya, ceramah agama! Tapi ini ceramah agama yang lain daripada yang lain loh. Kyai yang ngasih ceramah tuh lucu abeess!! Kocak badai!! Meskipun isi ceramahnya berbahasa guyonan jawi alus, kita masih bisa ngerti artinya kok, dan yang paling penting, makna utama isi ceramahnya juga gak nyimpang dari ajaran agama. Ide Fuad itu sukses bikin kita ngakak sepanjang jalan, ketimbang dengerin lagu ngebosenin dari stock playlist supir mobilnya. Hwokwokwok!

Capek ketawa, aku ketiduran. Trus temen-temen yang lain ngapain aja selama aku tidur? Mana gue tau! Yang aku tau, pas aku kebangun kita sudah masuk gerbang air terjun Madakaripura. Hah?? Air terjun?? Katanya gak ke air terjun? Gimana sih? Tiwas aku tadi gak bawa sandal! (lompat ke jurang)

Mobil masuk dan parkir. Sebelum turun, temen-temen pada ganti alas kaki pakai sandal. Aku cuma diem. Menatap jendela mobil dengan pandangan kosong. Pura-pura gak liat mereka. Aku hanya bisa berteriak dalam hati: "INI TIDAK ADIL! Kenapa aku gak dikasitau kalau rencana ke air terjunnya gak jadi batal? Kenapa cuma aku yang gak dikasitau? Itu yang lain pada siap sandal semua. Tapi aku?". Ah sudahlah.... Satu-satunya yang ada di pikiranku cuma sandal jepit merk League warna kuning kesayanganku yang tadi pagi sengaja nggak tak masukin tas, tak taruh aja di teras rumah karena ngirain acara ke air terjunnya batal, seperti keputusan yang diambil dalam rapat. Shafira pun galau tingkat langit lapis tujuh.

Pesan Moral: "Selalu bawalah sandal jepit kemanapun tujuan wisata anda. Entah itu bakal dipakai atau enggak, udah, bawa aja!!"

Semua siap. Aku mencuri lirik ke kaki para teman-temanku. Oh pinter sekali, semua sudah ganti pakai sandal ya. Wow. Trus apa yang harus aku lakukan? Lepas sepatuku? Atau curi sandalnya salah satu teman dan ngelempar orangnya ke air terjun? Bagiku, galau itu bukan tentang cinta, galau itu ya gini ini, tentang gak bawa sandal!

Ternyata eh ternyata, pas aku lirik-lirik ke kaki-kaki mereka, ada satu hal yang sedikit melegakan hati. Ada seseorang yang masih bersepatu! Dia adalah Hilal. Oh... Cowok. Dia sih pasti kuat jalan tanpa alas kaki. Tapi bagi aku yang kulitnya setipis sutera gini, bakal terasa seperti atraksi kuda lumping jalan di atas bara api. Kenyataan itu samasekali gak mengurangi rasa galau-ku, ditambah ketika Hilal benar-benar memutuskan untuk melepas sepatunya dan berjalan tanpa alas kaki. Shit! I'm fucked!

Ah, paling juga rute-nya sama kayak air terjun Cuban Canggu di Pacet atau kayak Cuban Rondo. Disana khan gak lepas sepatu masih tetep gak basah karena ada jalan setapak dan jembatannya. Dengan keyakinan pemikiran sok tau-ku itu, aku berjalan dengan sepatuku tanpa memperhatikan apa kata teman-teman yang memandangku melas, seakan aku anak miskin yang gak bisa beli sandal. Grrr.. Lo pada gak ngerti, sebenernya gue punya sandal, dan sandal gue pun harganya gak kalah mahal dengan sepatu yang gue pake kok! (Shafira, kamu sabaro...)

Firasatku gak enak saat kita harus menyewa seorang tour guide untuk perjalanan menuju air terjun. Hey bro, buat apa? Emangnya kita gak bisa jalan sendiri kayak wisata di air terjun lain? Dalam beberapa meter perjalanan, pertanyaanku pun terungkap. Di salah satu medan, aku terpaksa melepas sepatuku dan berjalan telanjang kaki. Di situ medannya curam, kita dikelilingi tebing super tinggi, harus turun ke air dimana terdapat banyak batu-batu besar. Waktu aku mulai nyebrang air dan nginjek batu-batu besar yang licin dan tajam, aku meringis kesakitan. Airnya dingin pula! Oh gosh.. Gak ada jembatan kayak di air terjun Pacet gitu tah? Jawabannya, gak ada! Aku nahan nangis. Aku pingin pulang :(

Bapak guide yang melihat gadis cantik ini meringis kesakitan langsung sigap bertindak. Beliau meminjamkan sandalnya ke aku dan bersedia untuk membawakan sepatuku meski beliau jalan tanpa alas kaki. Astaga, bapak ini hatinya terbuat dari apa sih? Baik bangeeeettt!!

Kami semua melewati perjalanan sepanjang 2 km (kilometer) dengan medan batu-batu besar, jurang-jurang, serta tebing-tebing yang bertubi-tubi harus kita lewati demi tujuan akhir yang indah. Kesialan kedua yang aku alami adalah, aku pakai celana jeans model pensil. Yap, semua orang tau kalau model jeans kayak gitu tuh gak bisa dilinting keatas. Jadilah aku merelakan celanaku basah saat nyebrang hiliran air. Mana aku gak bawa ganti jeans lagi pula. Perfecto!

Separuh perjalanan, kita sudah capek buanget! Sudah berkali-kali lewati hutan, terperosok tebing, terpeleset batu, tergelincir jurang, sandal hanyut terbawa arus air, dll. Inilah mengapa kita WAJIB menyewa seorang tour guide. Karena medan perjalanannya sangat berbahaya dan sangat amat jauh banget! Tempat wisata air terjun di Pacet mah 2X lebih AMAN daripada disini. Sumpah ini kalau orang gak ngerti rute bisa kesasar dan celaka. Tapi berkat semangat bahu-membahu, sesaat lagi kita semua akan tiba di air terjun pertama yang itu pun masih 75% perjalanan.

Kita istirahat bentar. Kata si bapak guide, saat kita melewati air terjun yang pertama nanti, kita gak bisa menghindari airnya. Semua pasti basah kuyup karena jatuhan airnya seperti hujan deras. Gak ada daerah kering. Dan disitu pun banyak orang nyewain payung. Jadi barang-barang elektronik sebaiknya ditaruh kresek. Kita akhirnya beli kresek besar untuk wadah tas dan jaket supaya gak basah.

Bener aja, di air terjun yang pertama ini sensasinya luar biasa keren dan seru. Kita serasa disiram hujan yang gak berhenti-berhenti di sepanjang jalan. Kita berjalan maju terus di antara celah tebing air terjun yang sempit, melewati terjangan derasnya air terjun yang gak berhenti membasahi tiap inchi tubuh kita dari atas ke bawah. Wow!! Wonderful! Susah dijelaskan dengan kata-kata deh! Semua pada teriak-teriak dan ketawa. Gak ada yang mau nyewa payung karena justru serunya basah-basahan ini yang kita cari!

Perjalanan diteruskan, air terjun "hujan" itu kita tinggalkan, menuju ke air terjun utama di akhir perjalanan. Masih dengan medan terjal, curam, dan bahaya yang sama. Masih saling angkat-mengangkat teman untuk naik ke atas, gandeng-gandengan teman saat menyebrang air atau menuruni medan terjal. Super seru pokoknya. Serasa berpetualang di Hutan Amazon! Nah loh..

Daaaann... Tararaaa... Sampailah kita pada tujuan akhir. Air terjun utama Madakaripura. Air terjunnya sudah tampak di depan mata. Tapi sebelumnya kita harus melewati satu medan lagi yang  bagiku merupakan medan ter-mengerikan dari medan-medan berbahaya sebelumnya. Disitu ada dinding tebing yang menonjol besar, menutupi jalan kita untuk menuju air terjun. Cara lewatnya, kita jadi cicak. Nempel dan merayap di lengkungan dinding tonjolan tebing licin itu buat nyebrang. Piye ya, kalau gak digambar pakai gambar oret-oretan gitu, susah dideskripsikan. Yang bikin aku pol takut banget, di bawahnya ada jurang langsung yang menganga, mana tinggi banget! Jadi seumpamanya kita kepeleset saat merayap di batu tonjolan itu, kita bakal jatuh bebas, kecemplung jurang dengan aliran air deras karena itu muara pertama air terjun utamanya. Naudzubillah!

Aku merayap dengan tangan bergetar hebat. Gak bisa nolak untuk gak lihat ke bawah. Aku pingin merem, tapi ntar malah jatuh karena aku gak bisa lanjut jalan saat tanganku sudah mulai licin megang batu pegangannya. Pilihannya cuma dua, terus bergerak maju, atau jatuh. Mulutku komat-kamit baca Bismillah. Pikiranku berbisik: "Please jangan mati sekarang!".

Ajaibnya, aku berhasil melewati benda mengerikan itu. Hadiahnya apa? Sebuah pemandangan air terjun paling spektakuler yang pernah dilihat langsung oleh mataku! Subhanallah... Allahu Akbar!!! Air terjun super tinggi, menggerojokkan triliunan liter air dengan kecepatan ratusan knot. Sebuah danau mini seolah menampung tumpahan airnya. Gak sia-sia menempuh 2 km perjalanan berbahaya kalau buahnya begitu menyejukkan mata. Duh kalau ditulis gini memang gak bisa menggambarkan maha-indahnya. Semua mulut kami saat itu berlomba-lomba mengucapkan kalimat pujian terhadap kehebatan Allah SWT. Siapa lagi yang bisa menciptakan kedahsyatan ini selain Allah? Aku heran terhadap orang atheis yang meragukan keberadaan Allah. Ada bukti luar biasa kayak gini tapi mereka masih gak percaya akan adanya Tuhan. Astaghfirullah.

Bapak guide ngasih info, kedalaman danau di sebelah kiri sekitar 7 meter, dan di sebelah kanan yang air terjunnya agak kecil dalemnya 4 meter. Boleh berenang, asal jangan yang di danau sebelah kiri. Meski orang jago renang, mereka gak akan bisa selamat karena di bawah danau yang tepat berada pada gerojokan air terjun utama terdapat gaya hisap seperti pusaran air. Entah itu apa. Tapi sudah banyak menelan korban jiwa. Sebagai pengunjung/tamu, kita memang selayaknya menghargai kepercayaan yang ada demi keselamatan diri.

Oya sekedar info nih. Disamping keindahan air terjun Madakaripura, kalau kita perhatikan di baliknya terdapat sebuah gua. Nah gua itu adalah tempat meditasi atau bertapa-nya Gajah Mada. Udah pada tau Gajah Mada khan? Itu loh, binatang besar yang belalainya panjang. Hahahaha! Gak lucu..

Capcus langsung semua foto-foto. Bahkan ada yang renang. Iya, renang. Pakai baju lengkap, beserta cardigan, dan celana jeans. Super sekali! Tapi apesnya (apes melulu nih), maag-ku kambuh. Nyosss... panas perutku. Sial! Aku langsung minggir ke tepi dimana tas-tas para prekintil itu disimpan. Mending aku jaga tas aja, sambil megangin perutku (lambai-lambaikan tangan ke kamera).

Setelah semua puas foto-foto dan renang, mmm... setelah semua membeku kedinginan lebih tepatnya, kita memutuskan untuk balik. Satu hal yang gak aku suka, kita harus melewati tonjolan tebing mengerikan itu LAGI! Ya Allah, aku lebih milih nonton film horor 48 jam nonstop daripada merayapi batu tonjolan extra-horor ini meski cuma 3 menit! Karena temen-temen pada kedinginan pingin buru-buru balik, jadilah aksi perayapan massal itu menimbulkan antrian. Adegan paling tegang dimulai, saat aku lagi konsen merayapi nasib (eh, itu meratapi deng!). Ulang. Saat aku lagi konsen merayap dengan mengerahkan seluruh keberanian, ternyata di depanku ada Nayu yang masih diem, nunggu anak di depannya lagi untuk dibantu melewati batu gila ini. Jadilah aku diem juga, terpaku, tak bergerak, tak bergeser, memijak pada batu yang semakin licin, tanganku mencengkram kuat bagian batu yang juga semakin licin. Aku nelen ludah pas lihat jurang di bawah. Badanku kaku dan gemeteran. Peganganku sudah gak mantep lagi, hampir lepas. Aku gak tahan. Phobia tempat tinggi-ku kambuh...

Gak terasa, aku menitikkan air mata dan mulai merengek "Aaakuu taaakuuutt... Woaaaaa... Tooloooong... Hwaaa... Hwaaa...". Melihat kondisiku yang kayak orang gak punya harapan hidup, Rizal langsung buru-buru bantuin aku, dia langsung cepet megang tanganku, menyelamatkanku dari keputus-asaan. Meski Rizal sudah megang tanganku ditambah bapak guide megang tanganku yang satunya, aku tetep sangat takut bergerak. Panas asam lambung di perutku semakin keras, mataku terpejam, aku pasrah. Tapi Rizal teriak: "Gak usah takut! Aku pegangin kamu! Bentar lagi nyampe! Ayo gerak!". Sekarang, selain aku takut sama jurang, aku juga takut sama bentakannya Rizal.

Entah gimana prosesnya, akhirnya aku berhasil lewatin benda gila itu. Mungkin ada malaikat yang tadi gendongin aku terbang kali ya. Wallahua'lam. Tapi Alhamdulillah Allah masih ngasih aku umur panjang (raba-raba pipi, melototin tangan). Perjalanan dilanjutkan. Bapak guide pun setia berada di sisiku karena perintahnya Rizal untuk jagain aku, personil yang paling merepotkan ini. Kita semua mengulangi medan-medan terjal nan curam lagi. Setiap aku mau jalan, bapak guide-nya langsung cekatan bantuin aku. Tapi setelah aku berhasil lewatin medannya, temen-temen lain malah gak dibantuin sama bapaknya. Mana bapaknya juga rela bawain semua barang-barangku pula, tapi punya temen-temen yang lain enggak. Ya ampun pak, gak gitu-gitu juga kaleeee. Aaaduuuhhh.... (ala sketsa).

Total kita menempuh perjalanan 4 km bolak-balik. Kalau jarak segitu di jalanan aspal sih gak masalah. Tapi kalau........ Ah, sudahlah....

Kita semua kembali ke tempat parkir mobil dengan selamat. Capek. Ngos-ngosan. Aku kembaliin sandal bapaknya yang aku pinjem. Setelah kegiatan sholat-sholat serta ngakak guyon bersama, kita masuk ke mobil, lanjutin tujuan berikutnya, ke villa!!!

.......bersambung

0 comment(s):

Post a Comment

twitter

follow my blog

 

Copyright © Shafira. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver