Sunday, April 22, 2012

pengemis

Aku paling benci dengan pengemis. Mudah saja sepertinya bagi mereka untuk mendapatkan uang, hanya tinggal menyodorkan telapak tangan, minimal seribuan masuk ke kantong. Aku memang pernah diingatkan temanku soal sikap benciku terhadap pengemis. Temanku bilang, beberapa pengemis anak-anak terjebak dan terpaksa mengemis untuk orang lain, untuk preman-preman. Kalau tidak mau, pengemis cilik itu akan dipukuli. Anehnya, entah kenapa mendengar cerita itu aku malah semakin malas memberi uang saat tahu uang itu hanya akan dipakai oleh preman-preman.

Ini karena aku sendiri merasakan betapa susahnya aku dulu setiap kali menginginkan sesuatu. Untuk mendapatkan sepeda pertamaku saja, aku harus membantu almarhum ayah mengantarkan bibit sawi dulu ke kampung-kampung. Ayah memang mendidikku untuk kerja keras dari kecil. Berkat ayah, aku jadi seperti ini. Seorang wanita workaholic, yang sukses. Bahkan di hari kematian ayah, aku tetap bekerja.

Lamunanku akan kenangan bersama ayah buyar ketika handphone-ku berbunyi. Ternyata telepon dari ibu. Sebenarnya agak susah sih mengangkat telepon sambil mengemudikan mobil. Tapi akhirnya aku angkat juga. Ibu hanya bertanya kenapa aku belum pulang selarut ini. Aku hanya menjawab aku sedang di jalan menuju rumah. Telepon pun ditutup.

Hari ini aku memang pulang terlalu malam, tadi aku menghabiskan malam dengan teman kuliahku dulu. Kami mengobrol sangat lama dan tidak sadar kalau malam sudah larut. Sekarang sudah jam 11 malam, dan aku masih di daerah Soekarno Hatta. Sendirian mengemudikan mobilku menuju rumahku di daerah Cibiru, Bandung. Ini pertama kalinya aku masih di luar rumah selarut ini. Jujur, aku orang yang penakut. Ya takut binatang, takut perampok, dan... takut hantu.

Hari semakin malam dan aku masih di Jalan Soekarno Hatta, beberapa meter dari perempatan Buah Batu. Aduh, ternyata aku tidak keburu mengejar lampu hijau. Paling malas rasanya jika sudah terhenti di lampu merah Soekarno Hatta ini karena waktu lampu merahnya lama. Aku memundurkan sandaran kursiku sedikit agar badanku sedikit rileks.

Tepat saat itu, sebuah sepeda motor berhenti di sebelah kanan mobilku. Pengemudinya memakai jaket tebal dan dia hanya menggunakan helm half face. Entah kenapa, dia terus saja melihat ke arah mobilku. Dia melihat ke arahku dan sesekali ke kaca belakang mobilku. Terus begitu hingga akhirnya dia tancap gas begitu saja. Menerobos lampu merah.

"Ah! Cari mati orang itu!!" umpatku dalam hati. Di saat yang sama, aku melihat pengemis-pengemis mulai mendatangi mobil-mobil. Kebanyakan anak-anak. Mereka semua benar-benar mengemis!! Hanya mengemis!! Hanya modal telapak tangan!! Tidak ada usaha lebih, mengamen kek, membersihkan jendela kek. Ah kesal sekali! Ini yang aku benci dari lampu merah!

Seorang pengemis mendekati mobilku. Berdiri di samping jendelaku. Seperti biasa, tanpa menengok ke arahnya, tanganku memberikan tanda bahwa aku tidak bisa memberikan uang. Tak lama, dia pergi. Berjalan, tapi tidak jauh...

Dari kaca spion aku bisa melihat dia, berhenti di samping jendela pintu belakang mobilku. Hanya berdiri, memandang ke dalam mobilku dan tidak melakukan apa-apa. Hah? Liat-liat apa dia?? Aku segera melihat ke kursi belakang, dan melihat laptop-ku yang tergeletak di kursi. Kurang ajar!! Pasti pengemis itu berniat jahat dengan laptop-ku!! Tiba-tiba aku dikagetkan dengan bunyi klakson. Sial, gara-gara pengemis itu, aku sampai tidak sadar kalau lampunya sudah hijau!!! Aku pun segera tancap gas. Dengan kecepatan cukup tinggi meninggalkan pengemis itu.

Arrggh, lagi-lagi aku terjebak lampu merah. Kali ini di perempatan Samsat Metro. Aku terpaksa berhenti. Oh iya, mumpung ingat, aku langsung memindahkan laptop yang tergeletak di kursi belakang ke kursi penumpang depan di sebelahku. Aku tidak mau lagi ada orang berdiri di sebelah jendelaku dan memandangi ke dalam seperti pengemis tadi. Rasanya tidak nyaman.

Tepat ketika aku selesai memindahkan laptop-ku, seorang pengemis datang ke jendela mobilku. Kali ini remaja, wanita. Dia menyodorkan telapak tangan. Dengan agak kesal aku memberi tanda aku tidak bisa memberinya uang. Pengemis itu lalu pergi. Dan lagi-lagi, dari spion samping aku melihat dia berhenti di pintu belakangku, memandang ke dalam.

Memandang apa lagi dia??? Laptop sudah kupindahkan dan tidak ada apa-apa lagi disana!!! Aku mulai merasa heran saat melihat pengemis itu...... pengemis itu menyodorkan telapak tangan juga!!! Seperti sedang meminta-minta!!! Ya Tuhan!!! Aku mulai merinding!!! Sebenarnya apa yang pengemis-pengemis itu lihat di kursi belakang mobilku????

Dengan ragu-ragu aku melirik spion tengah untuk melihat kursi belakang. Ternyata..... tidak ada apa-apa!!! Kosong!!! Aku melihat lagi ke spion samping dan melihat pengemis itu masih berdiri disana meminta uang!!! Aku mulai gemeteran.

Aku lihat lampu ternyata sudah kuning dan aku tidak sabar menunggu. Jadi aku membunyikan klakson dan mengedipkan lampu ke mobil di depanku untuk segera maju. Untunglah dia mengerti dan dia maju. Aku pun langsung tancap gas!

Astaga.... perasaanku sangat tidak enak... Aku takut sekali.... Sepanjang daerah Metro itu aku tidak berani melirik kemana-mana, hanya memandang lurus ke depan. Rasa takutku semakin menjadi ketika aku melintasi jembatan penyebrangan Metro yang memang terkenal dengan cerita-cerita ghaibnya. Tenggorokanku kering, bahkan menelan ludah pun aku sulit. Aku mempercepat jalan mobilku sambil terus berdoa meminta perlindungan. Ingin rasanya aku cepat sampai di rumah. Dari jauh aku sudah bisa melihat simpang empat Gede Bage. Itu berarti perempatan terakhirku malam ini.

Aku tancap gas semakin kencang. Terlihat di depan, lampu sudah kuning dan aku masih beberapa meter dari perempatan. Tolong Tuhan, biarkan aku lewat perempatan ini!!! Ayolaaaaaaahhhh!!!! Dan yak, sial sekali aku!!! Lampunya keburu merah!!! Mobilku berhenti di paling depan dan setengah mobilku melebihi garis putih karena terlambat berhenti.

Jantungku berdetak kencang sekali! Nafasku mengalir tidak beraturan! Di saat yang sama, beberapa pengemis di perempatan itu mulai bergerak. Entah kenapa kali ini, mereka semua nampak seperti zombie! Sangat menyeramkan bagiku! Ketika ada seorang pengemis mendekati mobilku, rasanya aku ingin menangis.

Kali ini yang mendatangi mobilku adalah seorang anak kecil lagi, laki-laki dengan kepala hampir plontos. Dia berdiri di samping jendelaku dan meminta uang. Aku melihat ke arahnya. Tidak tahu apa yang aku pikirkan. Tidak membuka kaca dan tidak juga berniat memberi uang. Aku hanya melihatnya. Melihat pengemis itu.

Belum sempat aku berbuat apa-apa, pengemis itu lalu berjalan. Berjalan ke pintu belakang dan berhenti disana. Dia.... dia.... melihat ke arah jendela dan meminta uang!!! Ya Tuhan, aku lemas, takut sekali. Lihat apa sebenarnya dia??? Dengan gemetar, aku membuka jendela pintuku dan memanggil anak itu. Dia mendatangiku dan aku lalu bertanya dengan gugup, "Kenapa minta uang ke belakang? Ada siapa?". Dan dengan polos, pengemis itu menjawab, "Itu ada nenek-nenek mau ngasih uang".

Seluruh tubuhku lemas seketika. Dengan sisa-sisa tenaga, perlahan aku menengok ke kursi belakang dan melihat ada apa disana.

As..... astaga.....!!!!! Di kursi belakang mobilku......... duduk seorang nenek-nenek!!!! Melihat ke arahku!!!! Menyeringai lebar!!!! Matanya........... matanya bolong!!!!!!!!!!

Aaaaarrrggghhhh.!!!!!!! Aku spontan tancap gas, dan.............

BRAK!!!!!!

Itu hal yang terakhir aku ingat. Besoknya aku terbangun di rumah sakit. Orang-orang berkata aku salah karena melanggar lampu merah dan tertabrak mobil yang melintas. Ya Tuhan! Andai mereka tahu yang sebenarnya.


source: buku "Nightmare Side"
Read More - pengemis

Saturday, April 21, 2012

rumah kosong

Pernah dengar cerita rumah misterius di Jalan Uranus Tengah, daerah perumahan Margahayu Raya, Bandung? Aku tidak hanya dengar, tapi hal yang misterius itu aku alami sendiri.

Kejadian ini aku alami sendiri saat aku masih kelas 5 SD. Seperti biasa, sebelum Maghrib aku selalu mengaji bersama teman-teman di gedung serbaguna dekat rumahku. Kebiasaanku sebelum mengaji adalah bermain-main dulu di sekitar perumahanku. Setelah cukup bermainnya, baru aku pergi ke gedung serbaguna untuk mengaji.

Sekitar jam setengah tujuh, saat sedang mengaji, konsentrasiku buyar seketika. Di balik jendela ruang serbaguna muncul seseorang yang berbisik memanggilku, "Ssssttt sini.... sini....". Ah, ternyata itu Ardi. Mau apa ya dia mengendap-ngendap memanggilku seperti itu. "Sudah beres ngajinya?" tanya Ardi. Aku menggelengkan kepala, "Belum. Emang ada apa, Di?"

"Aku mau nunjukin sesuatu abis kamu ngaji nanti ya?". Aku jadi penasaran apa yang mau Ardi tunjukan padaku. Jadi begitu mengaji selesai, aku langsung keluar mencari Ardi. Ternyata dia masih menungguku di balik jendela. Aku menghampiri Ardi, "Mau nunjukin apa sih?". Ardi balik bertanya, "Kamu mau pulang khan?". Aku menjawabnya dengan anggukan kepala. "Ya sudah, tempat yang mau aku tunjukin sekalian lewat kok", cetus Ardi sambil menarikku. Dengan patuh Ardi melewati jalan yang biasa aku lewati pulang. Baru beberapa langkah, Ardi berhenti dan menunjuk ke arah sebuah rumah kosong. Rumah yang baru setengah jadi dengan cat putih dan penerangan seadanya.

"Lihat itu!" kata Ardi sambil menunjuk bagian pintu rumah yang belum terpasang pintunya. Aku mencoba melihat dengan jeli ke arah rumah yang cahayanya remang-remang itu. Mencoba mencari apa yang Ardi maksud.

"Ah, apaan Di! Gak ada apa-apa....." kataku, karena memang aku tidak melihat apa-apa. "Coba lihat sekali lagi dengan seksama" Ardi setengah memaksa. Aku jadi semakin penasaran untuk bisa melihat apa yang ingin Ardi tunjukan. Saat aku perhatikan lagi bagian pintu rumah itu, "Astagaaaaaaaaaaaaaaa!!!! Apa itu??!!" pekikku.

Aaaa... aku melihat sebuah kepala tanpa badan yang melayang. Tampak jelas sekali, itu sebuah kepala wanita dengan rambut panjang. Hanya kepala! Tanpa badan! Wajahnya pucat tanpa ekspresi dan matanya menatap tajam padaku. Kontan aku langsung menangis! Aku menutup mataku dan jongkok memeluk kedua tumitku yang bergetar! Aku kesal dengan Ardi! Ardi memang terkenal besar nyalinya, tapi tidak perlu seperti ini pembuktiannya. Sialan dia! Apalagi tampaknya dia sama sekali tidak takut melihat penampakan itu.

"Kamu mau pulang?" tiba-tiba Ardi bertanya. Dalam tangisku aku mengiyakan, "Iya, aku mau pulang, tapi takut..." rengekku. Aku memang takut sekali karena kalau pulang, mau tidak mau aku harus melewati rumah kosong itu untuk sampai ke rumah. Tampaknya Ardi kasihan melihatku ketakutan. Dia pun bilang akan mengantarkanku. Dia merangkulku saat berjalan, dan aku mengikutinya dengan kepala tetap merunduk, badan sedikit membungkuk, dan mata setengah terpejam. Ardi terus menuntunku.

Di tengah jalan, Ardi bertanya kepadaku, "Kamu mau lihat lagi gak? Kalau mau saya berhenti nih". Haah? Aku benar-benar shock dan ketakutan mendengarnya. Tapi anehnya jawabanku adalah anggukan kepala. Ardi yang saat itu menuntunku pun langsung berhenti berjalan. Aku merasa Ardi berhenti di depan pintu rumah kosong itu.

"Tuh, lihat" tantang Ardi. Dan herannya aku menuruti perkatannnya dan mengangkat kepalaku perlahan. Hhhh.... untung. Ternyata di hadapanku tidak ada apa-apa. Aku menghela nafas lega. Namun samar-samar aku mulai menyadari terdengar suara tawa wanita. Dan saat aku berbalik hendak berlari, ooooooohh, di belakangku... ada sosok kepala wanita tanpa badan! Kepala yang daritadi sudah tepat di belakangku. Tersenyum dan matanya membelalak tajam! Yang anehnya lagi, Ardi yang tadi bersamaku sekarang tidak ada! Pasti dia meninggalkanku disini!

Aku langsung lari menuju rumah. Menggedor pintu dengan panik. Dan setelah ibu membukakan pintu, aku langsung lemas tak sadarkan diri.

Esoknya aku terkena demam tinggi. Setelah aku sanggup bicara, aku mulai menceritakan kejadian itu kepada ibuku. Ibuku lalu bertanya apa yang aku lakukan sebelum mengaji. Aku mengingat-ingat lagi dan sepertinya sebelum mengaji aku memang bermain bersama Ardi di halaman belakang rumah itu. Aku dan Ardi, saat itu main kubur-kuburan barang. Sampai aku bentuk seperti kuburan. Mungkin penunggu rumah itu tidak suka. Jadi memperlihatkan dirinya kepadaku.

Yang pasti, aku tidak tahu kenapa Ardi tega meninggalkanku di depan rumah itu. Jadi saat aku bertemu Ardi, aku langsung bertanya. "Kamu kemana malam kemarin? Tega sekali ninggalin aku sendiri!" tegurku galak. Ardi memandangku dengan mata terbelalak. "Lho, kemarin itu aku gak ada di Bandung. Dan... main kubur-kuburan sore-sore sama kamu? Gak mungkin. Dari dua hari lalu aku sudah gak di Bandung".


source: buku "Nightmare Side"
Read More - rumah kosong

kamar kos baru

Namaku Romi. Aku seorang mahasiswa tingkat akhir di universitas negeri di daerah Setiabudi, Bandung. Saat ini aku sedang disibukkan dengan skripsi. Sementara itu rumahku di daerah Cibiru lewat dari Ujung Berung Bandung. Jauh sekali dari kampusku. Karena kebutuhan skripsi, akhirnya aku memutuskan untuk menyewa kamar kos yang dekat dengan kampus. Supaya lebih fokus juga mengejar skripsiku. Rumahku yang jauh, membuatku sering capek dan lebih memilih tidur saat pulang dari kampus.

Setelah mencari akhirnya aku mendapat kamar kosan yang berada di Jalan Karang Tengah, Bandung. Dengan semangat, malamnya aku langsung memindahkan barang-barangku. Tak banyak yang aku bawa, hanya beberapa barang keperluan sehari-hari saja.

Karena kepindahanku yang begitu cepat, aku belum sempat berkenalan dengan tetangga kosanku. Apalagi aku datang saat malam dan mereka semua tampaknya sudah berada di kamarnya masing-masing. Kamarku berada di lantai dua. Di dalam kamar itu ada lemari yang tertanam di dalam tembok dengan pintu yang digeser. Oke, aku tidak perlu membawa lemari. Menyenangkan sekali.

Malam itu aku sibuk mengatur ruanganku. Dan meskipun saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, aku masih melanjutkan mengetik skripsi. Mau tak mau aku harus kerjakan karena pagi nanti aku sudah harus memberikan revisi kepada dosen-dosenku.

Rumah kosanku ini ternyata suasananya nampak sepi dan hening sekali. Aku mulai suka karena bisa semakin berkonsentrasi. Tapi..... ketika aku sedang fokus di depan laptop sambil mengerjakan skripsiku, dari ekor mataku kulihat ada sesosok anak kecil yang memperhatikanku. Dia tampak duduk di dalam lemari yang pintu gesernya terbuka. Aku mulai merasakan dingin dari mulai kakiku sampai ke kepala. Aku tidak berani menengok dan terus mencoba konsentrasi ke laptopku.

Namun perasaan ada anak kecil yang duduk sambil memeluk lututnya itu semakin terasa... Tiba-tiba, fiuuuh! Lega sekali saat mulai terdengar ada suara orang ramai-ramai sedang mengobrol dan tertawa di kamar sebelahku. Akhirnya, tanpa mencoba menengok ke arah lemari, aku matikan laptop. Aku mencoba bersikap cuek dan mulai mencoba tidur di dalam selimutku.

Esoknya sekitar maghrib, aku pulang ke kosan. Aku ingin segera mandi, tapi kudengar di dalam kamar mandi sudah ada orang yang mandi duluan. Kebetulan di lantai itu, kamar mandinya di luar kamar dan hanya satu. Hhhh... terpaksa deh aku harus mengantri. Sambil menunggu aku lanjut kembali mengerjakan skripsiku di kamar. Tak lama, aku mendengar orang yang di kamar mandi sudah keluar. Aku langsung mengambil peralatan mandi dan keluar kamar. Tapi baru saja aku keluar kamar, kudengar ada orang yang sedang mandi di kamar mandi.

"Yaaaahhh, keduluan" keluhku kesal. Terpaksa aku menunggu lagi. Saat akan masuk kamar, aku mendengar kamar sebelahku kembali ramai. Saat itu aku berniat akan berkenalan. Tapi jujur aja, aku merasa malu karena tampaknya penghuni kamar sebelah sedang kedatangan teman-temannya. Jadi aku mengurungkan niat.

Beberapa menit kemudian, aku keluar lagi dari kamar dan mengecek kamar mandi. Syukurlah kali ini kamar mandi sudah kosong. Dengan senang aku langsung mandi. Setelah keluar dari kamar mandi, tampaknya kamar sebelahku sudah tidak ramai lagi. "Pasti mereka sudah pergi lagi", pikirku. Akhirnya aku kembali ke kamarku.

Di dalam kamar aku merasa gerah. Duh, padahal aku baru saja selesai mandi, tapi kok terasa panas sekali ya. Akhirnya setelah memakai baju, aku membuka jendela agar ada sedikit udara yang masuk. Saat aku membuka jendela, pemandangan pohon besar langsung menyambutku. Di sekitar dahan pohon aku sekilas melihat sesuatu seperti sebuah kain spanduk putih yang lepas sebelah kaitannya dan menggantung melayang. Tapi setelah aku perhatikan lagi.... Astaga!!!!! Ternyata itu bukan spanduk! Tapi itu... tapi itu sesosok wanita yang menggelantung... Dengan rambut yang panjang dan matanya menatap tajam kepadaku!!

Saking kagetnya, aku langsung membanting jendela sampai kaca jendelaku pecah. Aku juga langsung berlari keluar dari kamarku. Karena shock akhirnya aku hanya berdiri di depan kamar. Rupanya suara berisik dari kaca pecah itu membuat ibu kosku datang. "Suara apa tadi?? Apa yang pecah???". Aku menceritakan apa yang kulihat barusan. Ibu kosku terdiam sebentar dan berkata, "Memang pohon itu angker. Mungkin tadi itu perkenalan sama adik, karena adik penghuni baru".

Aku langsung merasa kesal, karena ibu kos tidak mencoba memperingatiku tentang pohon itu. Dan aku bertanya, apakah penghuni kamar sebelah juga pernah mengalami hal serupa. Ibu kosku tampak bingung. "Dik, di lantai dua ini hanya kamu saja yang tinggal. Kamar-kamar yang lainnya kosong".

Haaaah?! Astaga!! Jadi sejak kemarin ternyata hanya aku yang tinggal sendiri disini?? Lalu... suara ramai orang mengobrol itu siapa??? Siapa yang tadi mandi di kamar mandi???

source: buku "Nightmare Side"
Read More - kamar kos baru

Kuntilanak

Hi guys. Dalam post kali ini aku bukan mau cerita diary pribadiku, tapi CERITA HOROR!
Yeah. Horor.
Bukan cerita serem yang berdasarkan pengalamanku sendiri sih. Cerita ini aku ambil dari buku "Nightmare Side". Buku itu berisi kumpulan kisah-kisah mistis para pendengar Radio Ardan 105.9 FM Bandung.
Kenapa gue re-write di blog? Karena gue pingin bagi-bagi rasa takut ke kalian semua!! Gue udah berusaha minjemin nih buku ke orang-orang tapi kagak ada yang berani baca. Gue galau. So, kalian lah yang jadi korban gue sekarang. Disini. Di blog gue ini. Ok, langsung aja ya. Check this out dan rasakan sensasinya!!!

********

Kejadian yang aku ceritakan ini kualami saat aku pulang kampung di suatu daerah di sebelah barat Tasikmalaya. Sesuai tradisi di daerah sana ada hari tertentu sekitar pukul 11-12 malam saat anak-anak muda yang umurnya masih belasan tahun berpawai obor keliling desa. Dimulai dari gardu yang ada tepat di pintu masuk desa dan berakhir di kompleks perkuburan warga setempat.

Aku pun hingga sekarang masih belum terlalu mengerti, kenapa pawai itu harus diakhiri di kompleks perkuburan. Duh, suhu di perkuburan khan sangat dingin. Dan menurutku sepertinya kurang wajar, karena dari berkali-kali pawai yang aku ikuti di tahun-tahun sebelumnya, selalu saja ada yang kesurupan.

Nenekku memang pernah menerangkan kalau pawai obor yang ditutup di perkuburan menandakan bahwa siapapun kita pasti nantinya jadi penghuni perkuburan, sebagai akhir dari perjalanan hidupnya. Ada juga yang bilang, kalau perkuburan itu dipilih karena letaknya yang memang di ujung desa, berbatasan langsung dengan bukit yang masih dipenuhi pohon-pohon liar. Duh, pohon-pohon itu semakin menambah kesan mistis daerah itu.

Brrrrrrr, malam itu semakin terasa sangat dingin. Dan pawai obor pun baru saja dimulai. Cahaya dari api obor membuat suasana pedesaan kian kental ditambah suara kentongan yang dibawa warga. Ini membuatku lupa dengan suhu dingin yang menyelimuti desa ini dan sibuk foto sana sini.

Setelah sekitar dua jam pawai obor, akhirnya kamiu mulai memasuki kompleks perkuburan untuk penutupan pawai. Di sekeliling kompleks perkuburan terdapat pohon bambu yang lebat dan tinggi. Acara penutupan dimulai dengan membacakan doa-doa yang dipimpin oleh sesepuh desa, Pak Usep namanya. Suasana pun hening, hanya terdengar suara Pak Usep dan hembusan angin dari pohon bambu.

Di tengah khusyuknya kami mendengarkan doa Pak Usep, tiba-tiba terdengar suara wanita cekikikan. Wah, jangan-jangan ada yang kesurupan lagi nih. Mendengar suara cekikikan itu, Pak Usep berhenti membaca doa. Kami semua serentak melihat ke sumber suara. Dan orang yang cekikikan itu adalah Kusman. Aneh, cekikikannya Kusman kok seperti suara wanita?

Hal itu membuat kami bergerak menjauh dari Kusman. Aku pun merinding. Kami terpaku dan hanya bisa memperhatikan Kusman yang tangannya bergerak seolah-olah sedang membelai rambut panjangnya. Padahal rambut Kusman pendek dan rapi. Selain itu.... mata Kusman.... mata Kusman terus-terusan menatap Pak Usep dengan tajam. Dan lama-lama cekikikan Kusman berubah menjadi tangisan yang sangat menyedihkan.

Akhirnya Pak Usep memegang kepala Kusman. "Aaaaaaaaaaaaaaaaa!!!" Kusman pun berteriak, tapi masih dengan suara wanita! Suara wanita yang sedang merasuki tubuh Kusman itu berkata, "Aku teh Neng Ai!". Ha? Neng Ai??? Bu... Bukankah Neng Ai baru saja meninggal seminggu yang lalu??

"Toooooollloooooong, aku tersiksa... Aku ingin pindah... Tidak ingin disini... Ingin digendong..." suara Neng Ai terdengar mengerikan. Membuat suasana semakin mencekam. Neng Ai yang sedang merasuki tubuh Kusman semakin meronta-ronta! Kadang menangis, menjerit, kadang tertawa.. Kadang merintih!!!! Benar-benar menyeramkan!!!

Pak Usep dengan segera membacakan doa untuk Neng Ai. Pak Usep juga berjanji akan secepatnya memindahkan jasad Neng Ai ke tempat lain. Dan itu membuat tangis lirih mengerikan Neng Ai perlahan berhenti. Kusman pun tersadar dan tampak kebingungan. Dia mulai bertanya-tanya kenapa orang-orang mengelilingi dia. Kami tidak menjawab dan hanya membawa Kusman pulang. Menjauh dari tempat yang menyeramkan ini.

Ketika hampir sampai rumah, aku baru sadar kalau kamera digitalku tertinggal di kuburan!!! Karena kejadian kesurupan Kusman tadi, aku panik dan tidak sengaja meninggalkannya. Ah! Sial!!! Aku terpaksa harus balik lagi ke kuburan!!! Tanpa memperdulikan keadaan sekitar, setengah berlari aku terus menuju tempat tadi. Tempat Kusman tadi kesurupan. Tempat... tempat... Neng Ai minta pertolongan!

Tapi demi kamera mahal itu aku harus kembali. Dengan perasaan takut aku berlari untuk mempercepat proses yang mengerikan ini. Entah berapa batu nisan yang tidak sengaja kutendang. Akhirnya aku sampai juga. Kulihat pohon pisang besar yang membuatku hafal tempat aku meninggalkan kameraku. Tapi aduh, aku enggak bisa menemukan dimana kameraku itu. Terpaksa aku mencarinya diantara batu-batu nisan. 

Aku mulai merangkak-rangkak meraba tanah. Dan disana... tepat di bawah pohon pisang, sekilas terlihat tali kamera milikku. Dengan perasaan lega, aku pun segera menuju kesitu. Aaaahh, ternyata benar. Syukurlah... Kameranya tergeletak... tepat tergeletak... di sebelah batu nisan kayu... Batu nisan yang bertuliskan sebuah nama... Neng Ai!!!

Hah? Neng Ai??!! Seketika bulu kudukku merinding dan dengan tergesa-gesa aku mengambil kameraku. Saat aku menjulurkan tangan untuk mengambilnya, ada sesuatu, menetes di tangan...

Pikiranku yang pertama adalah gerimis mau hujan. Tapi.... Tapi setelah aku cium tetesan itu dan aku lihat baik-baik... ternyata... ternyata... itu... itu darah!!! Darah segar berwarna merah pekat!! Darah yang terus bercucuran membuatku mendongak ke atas untuk melihat dari mana asalnya darah itu. Ternyata... ternyata disana... di atas pohon pisang... ternyata... ada satu sosok... kuntilanak!!

Kain putih kusam membungkus seluruh tubuhnya! Rambutnya panjang berantakan! Matanya... matanya mengeluarkan darah! Darah yang terus bercucuran!!!! Dan yang paling menyeramkan.... mulutnya.... mulutnya menganga!!!! Mulutnya menganga lebar sekali!!! Menganga sampai ke dada!!!!!

Dengan sisa tenaga yang aku punya, aku berlari!!! Berlari sekencangnya! Tanpa memperdulikan apapun, aku berlari terus, keluar dari perkuburan dan langsung menuju ke rumah Pak Usep. Sepanjang jalan aku melihat bercak tetesan darah yang tadi ada di lenganku menghilang.

Besoknya dengan pengalaman beramai-ramai tadi malam, ditambah dengan ceritaku, warga sekitar akhirnya menggali lagi kuburan Neng Ai. Jasad Neng Ai akan dipindahkan ke lahan lain, di dekat gubuk kuncen. Entah mengapa aku berpikir harus menyaksikan langsung pemindahan itu, agar bisa sedikit tenang setelah kejadian semalam.

Setelah jasadnya yang sudah hampir busuk itu berhasil diangkat, aku dan semua warga seketika berteriak. Bahkan ada beberapa yang menjadi histeris. Mereka melihat.... mereka melihat.... aku juga melihat, jenazah Neng Ai sama dengan kuntilanak yang kulihat tadi malam!!! Mulutnya sama persis... Menganga!!! Lebar sekali!!!
Read More - Kuntilanak

twitter

follow my blog

 

Copyright © Shafira. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver