Aku paling benci dengan pengemis. Mudah saja sepertinya bagi mereka untuk mendapatkan uang, hanya tinggal menyodorkan telapak tangan, minimal seribuan masuk ke kantong. Aku memang pernah diingatkan temanku soal sikap benciku terhadap pengemis. Temanku bilang, beberapa pengemis anak-anak terjebak dan terpaksa mengemis untuk orang lain, untuk preman-preman. Kalau tidak mau, pengemis cilik itu akan dipukuli. Anehnya, entah kenapa mendengar cerita itu aku malah semakin malas memberi uang saat tahu uang itu hanya akan dipakai oleh preman-preman.
Ini karena aku sendiri merasakan betapa susahnya aku dulu setiap kali menginginkan sesuatu. Untuk mendapatkan sepeda pertamaku saja, aku harus membantu almarhum ayah mengantarkan bibit sawi dulu ke kampung-kampung. Ayah memang mendidikku untuk kerja keras dari kecil. Berkat ayah, aku jadi seperti ini. Seorang wanita workaholic, yang sukses. Bahkan di hari kematian ayah, aku tetap bekerja.
Lamunanku akan kenangan bersama ayah buyar ketika handphone-ku berbunyi. Ternyata telepon dari ibu. Sebenarnya agak susah sih mengangkat telepon sambil mengemudikan mobil. Tapi akhirnya aku angkat juga. Ibu hanya bertanya kenapa aku belum pulang selarut ini. Aku hanya menjawab aku sedang di jalan menuju rumah. Telepon pun ditutup.
Hari ini aku memang pulang terlalu malam, tadi aku menghabiskan malam dengan teman kuliahku dulu. Kami mengobrol sangat lama dan tidak sadar kalau malam sudah larut. Sekarang sudah jam 11 malam, dan aku masih di daerah Soekarno Hatta. Sendirian mengemudikan mobilku menuju rumahku di daerah Cibiru, Bandung. Ini pertama kalinya aku masih di luar rumah selarut ini. Jujur, aku orang yang penakut. Ya takut binatang, takut perampok, dan... takut hantu.
Hari semakin malam dan aku masih di Jalan Soekarno Hatta, beberapa meter dari perempatan Buah Batu. Aduh, ternyata aku tidak keburu mengejar lampu hijau. Paling malas rasanya jika sudah terhenti di lampu merah Soekarno Hatta ini karena waktu lampu merahnya lama. Aku memundurkan sandaran kursiku sedikit agar badanku sedikit rileks.
Tepat saat itu, sebuah sepeda motor berhenti di sebelah kanan mobilku. Pengemudinya memakai jaket tebal dan dia hanya menggunakan helm half face. Entah kenapa, dia terus saja melihat ke arah mobilku. Dia melihat ke arahku dan sesekali ke kaca belakang mobilku. Terus begitu hingga akhirnya dia tancap gas begitu saja. Menerobos lampu merah.
"Ah! Cari mati orang itu!!" umpatku dalam hati. Di saat yang sama, aku melihat pengemis-pengemis mulai mendatangi mobil-mobil. Kebanyakan anak-anak. Mereka semua benar-benar mengemis!! Hanya mengemis!! Hanya modal telapak tangan!! Tidak ada usaha lebih, mengamen kek, membersihkan jendela kek. Ah kesal sekali! Ini yang aku benci dari lampu merah!
Seorang pengemis mendekati mobilku. Berdiri di samping jendelaku. Seperti biasa, tanpa menengok ke arahnya, tanganku memberikan tanda bahwa aku tidak bisa memberikan uang. Tak lama, dia pergi. Berjalan, tapi tidak jauh...
Dari kaca spion aku bisa melihat dia, berhenti di samping jendela pintu belakang mobilku. Hanya berdiri, memandang ke dalam mobilku dan tidak melakukan apa-apa. Hah? Liat-liat apa dia?? Aku segera melihat ke kursi belakang, dan melihat laptop-ku yang tergeletak di kursi. Kurang ajar!! Pasti pengemis itu berniat jahat dengan laptop-ku!! Tiba-tiba aku dikagetkan dengan bunyi klakson. Sial, gara-gara pengemis itu, aku sampai tidak sadar kalau lampunya sudah hijau!!! Aku pun segera tancap gas. Dengan kecepatan cukup tinggi meninggalkan pengemis itu.
Arrggh, lagi-lagi aku terjebak lampu merah. Kali ini di perempatan Samsat Metro. Aku terpaksa berhenti. Oh iya, mumpung ingat, aku langsung memindahkan laptop yang tergeletak di kursi belakang ke kursi penumpang depan di sebelahku. Aku tidak mau lagi ada orang berdiri di sebelah jendelaku dan memandangi ke dalam seperti pengemis tadi. Rasanya tidak nyaman.
Tepat ketika aku selesai memindahkan laptop-ku, seorang pengemis datang ke jendela mobilku. Kali ini remaja, wanita. Dia menyodorkan telapak tangan. Dengan agak kesal aku memberi tanda aku tidak bisa memberinya uang. Pengemis itu lalu pergi. Dan lagi-lagi, dari spion samping aku melihat dia berhenti di pintu belakangku, memandang ke dalam.
Memandang apa lagi dia??? Laptop sudah kupindahkan dan tidak ada apa-apa lagi disana!!! Aku mulai merasa heran saat melihat pengemis itu...... pengemis itu menyodorkan telapak tangan juga!!! Seperti sedang meminta-minta!!! Ya Tuhan!!! Aku mulai merinding!!! Sebenarnya apa yang pengemis-pengemis itu lihat di kursi belakang mobilku????
Dengan ragu-ragu aku melirik spion tengah untuk melihat kursi belakang. Ternyata..... tidak ada apa-apa!!! Kosong!!! Aku melihat lagi ke spion samping dan melihat pengemis itu masih berdiri disana meminta uang!!! Aku mulai gemeteran.
Aku lihat lampu ternyata sudah kuning dan aku tidak sabar menunggu. Jadi aku membunyikan klakson dan mengedipkan lampu ke mobil di depanku untuk segera maju. Untunglah dia mengerti dan dia maju. Aku pun langsung tancap gas!
Astaga.... perasaanku sangat tidak enak... Aku takut sekali.... Sepanjang daerah Metro itu aku tidak berani melirik kemana-mana, hanya memandang lurus ke depan. Rasa takutku semakin menjadi ketika aku melintasi jembatan penyebrangan Metro yang memang terkenal dengan cerita-cerita ghaibnya. Tenggorokanku kering, bahkan menelan ludah pun aku sulit. Aku mempercepat jalan mobilku sambil terus berdoa meminta perlindungan. Ingin rasanya aku cepat sampai di rumah. Dari jauh aku sudah bisa melihat simpang empat Gede Bage. Itu berarti perempatan terakhirku malam ini.
Aku tancap gas semakin kencang. Terlihat di depan, lampu sudah kuning dan aku masih beberapa meter dari perempatan. Tolong Tuhan, biarkan aku lewat perempatan ini!!! Ayolaaaaaaahhhh!!!! Dan yak, sial sekali aku!!! Lampunya keburu merah!!! Mobilku berhenti di paling depan dan setengah mobilku melebihi garis putih karena terlambat berhenti.
Jantungku berdetak kencang sekali! Nafasku mengalir tidak beraturan! Di saat yang sama, beberapa pengemis di perempatan itu mulai bergerak. Entah kenapa kali ini, mereka semua nampak seperti zombie! Sangat menyeramkan bagiku! Ketika ada seorang pengemis mendekati mobilku, rasanya aku ingin menangis.
Kali ini yang mendatangi mobilku adalah seorang anak kecil lagi, laki-laki dengan kepala hampir plontos. Dia berdiri di samping jendelaku dan meminta uang. Aku melihat ke arahnya. Tidak tahu apa yang aku pikirkan. Tidak membuka kaca dan tidak juga berniat memberi uang. Aku hanya melihatnya. Melihat pengemis itu.
Belum sempat aku berbuat apa-apa, pengemis itu lalu berjalan. Berjalan ke pintu belakang dan berhenti disana. Dia.... dia.... melihat ke arah jendela dan meminta uang!!! Ya Tuhan, aku lemas, takut sekali. Lihat apa sebenarnya dia??? Dengan gemetar, aku membuka jendela pintuku dan memanggil anak itu. Dia mendatangiku dan aku lalu bertanya dengan gugup, "Kenapa minta uang ke belakang? Ada siapa?". Dan dengan polos, pengemis itu menjawab, "Itu ada nenek-nenek mau ngasih uang".
Seluruh tubuhku lemas seketika. Dengan sisa-sisa tenaga, perlahan aku menengok ke kursi belakang dan melihat ada apa disana.
As..... astaga.....!!!!! Di kursi belakang mobilku......... duduk seorang nenek-nenek!!!! Melihat ke arahku!!!! Menyeringai lebar!!!! Matanya........... matanya bolong!!!!!!!!!!
Aaaaarrrggghhhh.!!!!!!! Aku spontan tancap gas, dan.............
BRAK!!!!!!
Itu hal yang terakhir aku ingat. Besoknya aku terbangun di rumah sakit. Orang-orang berkata aku salah karena melanggar lampu merah dan tertabrak mobil yang melintas. Ya Tuhan! Andai mereka tahu yang sebenarnya.
source: buku "Nightmare Side"
0 comment(s):
Post a Comment